Selasa, 04 Desember 2012

KEMANA JILBABMU ??


Selama ini masih banyak kita dengar kalimat ini :
"Buat apa berjilbab kalo pacaran? Berjilbab sekarang
hanya sebagai kedok. Buat apa berjilbab kalo akhlaknya
rusak? Yang penting jilbabi dulu hati, jilbab kepala
gak penting, buat apa?"

wahai wanita.., bener gak kamu pernah berkata seperti
itu? Jujurlah pada hatimu!

Ayo kita katakan : STOP !!! Hentikan ! Paling tidak dengan
berjilbab maka salah satu kewajiban sebagai hamba
Allah telah terlaksana. Yang lain-lain mengenai
akhlak, ibadah, status. itu urusan individu dengan
Allah kelak di akherat, tapi bukan untuk saling
melempar kekurangan.

Tanyalah pria paling bejat sekalipun, bila ia diminta
memilih wanita sebagai istrinya : antara wanita yang taat,
auratnya tertutup, atau wanita gaul, cantik, dan
gemar busana sexi..

Pria itu pasti akan memilih wanita yang taat dan
auratnya terjaga. Karena (maaf) sebejat-bejatnya pria, ia pasti merindukan wanita baik-baik.

Percayalah...

Kecantikanmu takkan pudar hanya karena jilbab yang
berkibar, keseksian tubuhmu takkan surut hanya karena
brjilbab panjang, kemulusan dan keputihan kulitmu
akan lebih terjaga dengan jilbab. Dan cinta seorang hamba
sholeh kepadamu takkan mungkin terhalang hanya karena jilbab lebar dan baju panjangmu..
Karena saat cinta berlabuh, disanalah Allah
berperan.

So, kemana jilbabmu?

ABDUL RAYHAN AL-BIRUNI


Salah seorang ilmuan muslim terbesar dari Turkmenistan adalah Abdul Rayhan Al-Biruni. Al-Biruni artinya “asing” nama itu diberikan kepadanya karena ia lahir dan berdiam di pinggiran kota Khawarizmi, Turkmenistan. Wilayah itu dikhususkan menjadi pemukiman bagi orang-orang asing. Untuk menimba ilmu, Al-Biruni berpetualang dari kota Jurjan, Kurkanj (utara Khawarizmi) daerah utama Iran, Ghazna (selatan Kabul, Afghanistan) hingga ke India. Ia banyak menimba ilmu dari Abdus Samad bin Assamad, guru pertamanya. Dibidang ilmu kedokteran ia belajar kepada Abu Sahl Al-Masihi, seorang ulama dan filosof islam. Sementara dibidang ilmu perbintangan dan matematika, ia berguru kepada Abu Al-Wafa’ Al-Buzayan (328 H/940 M). Seorang ahli matematika yang mengembangkan Trigonometri, al-Biruni  mewariskan ratusan karya ilmiah, misalnya al-Asrar al-Baqiyah an al-Qurun al-Khaliyah (tentang rahasia abad silam) dan Maqolid Ilm al-Hay’ah (tentang ilmu nujum/perbintangan). Pada usia 75 tahun a-Biruni wafat di Ghazna, 3 Rajab 448 / 13 Desember 1048.

Al-Biruni mencurahkan seluruh waktunya untuk mencari ilmu hingga tampaknya mengabaikan kesejahteraan hidupnya. Kegemarannya adalah membaca dan menulis. Untuk mendalami ilmu dari berbagai Negara ia pun mempelajari dan menguasainya dengan sempurna berbagai bahasa asing, antara lain bahasa Arab, Persia, Sansekerta, Yunani dan Ibrani. Adapun bahasa ibunya adalah bahasa Khawarizmi.

Disamping ilmu kedokteran dan pengetahuan alam, beliau juga menguasai ilmu filsafat, beliau banyak dipengaruhi pemikiran al-Farabi, al-Kindi dan al-Mas’udi (w 956). Al-Biruni hidup semasa dengan Ibnu Sina, tetapi beliau sering menentang pendapat Ibnu Sina. Dengan filosof Aristoteles, al-Biruni menunjukan ketergantungannya.

Al-Biruni menaruh perhatian besar tentang Astronomi, khususnya gerakan bumi mengitari matahari, ia menulis buku tentang ilmu perbintangan islam al-Qonun al-Mas’udi (ketentuan al-Mas’ud) yang dipersembahkan kepada Sultan Mas’ud bin Mahmud (penguasa Gaznawi yang memerintah 1030-1040). Buku ini dipandang sebagai karya paling lengkap dalam astronomi islam dan dijadikan buku pegangan astronomi islam selama berabad-abad.

Pada 407 H/1017 M al-Biruni menyusun Kitab al-Hind. Buku ini berisi kajian tentang agama Hindu, ilmu pengetahuan dan adat istiadat India. Orang menganggap bahwa karya al-Biruni ini merupakan buku terbaik tentang India pada abad pertengahan.

SEJARAH SINGKAT QURBAN


Syariat qurban dimulai dari peristiwa besar yang dialami nabi Ibrahim, yakni ketika para malaikat yang dipelopori oleh Jibril bertanya pada Allah: ya Allah, mengapa Kau member gelar khalilullah (kekasih Allah) kepada Ibrahim, padahal ia sibuk dengan kekayaan dan keluarganya? Dengan demikian, bagaimana mungkin ia pantas menjadi khalilullah? Allah menjawab: jangan kalian menilai secara lahiriah, tapi lihatlah hati dan amal baktinya. Karena tiada dihatinya rasa cinta selain kepada-Ku. Bila kalian ingin menguji, ujilah ia. Kemudian malaikat Jibril mengujinya, ternyata memang terbukti kekayaan dan keluarganya sedikitpun tidak membuatnya lalai dalam mengabdi kepada Allah. Kemudia Allah sendiri mengujinya dengan perintah menyembelih putranya (Ismail). Walaupun perintah tersebut hanya melalui mimpi tidur, dengan ketabahan, ketulusan dan tawakkal beliau menerima perintah tersebut, sebagaimana terungkap dalam surat As-Shaaffaat: 102-105.

Ketulusanya tampak dan keberaniannya untuk tetap melaksanakan qurban. Walaupun setan dan iblis selalu berusaha menggodanya, namun beliau malah melemparinya dengan batu-batu kecil, yang akhirnya termasuk dalalm prosesi pelaksanaan ibadah haji (lempar jumrah). Menyaksikan pengorbanan nabi Ibrahim, malaikat Jibril kagum seraya mengucapkan takbir, sehingga sekarang tertradisikan takbiran tersebut dan dikumandangkan setelah melaksanakan shalat ied adha sampai tanggal 13 Dzulhijah.
Tradisi qurban menurut catatan sejarah telah ada sejak masa pra Islam. Qurban dilakukan atas nama Tuhan dengan cara menyiramkan darah ke dinding ka’bah dan dagingnya dilelmpar kedepan pintu. Karena mereka beranggapan bahwa tuhan membutuhkannya. Sehingga ini terkesan mirip dengan acara-acara keagamaan lalinnya.

Namun dalam Islam, ibadah Qurban bukan hanya sekedar mengalirkan darah hewan kurban dan membagikannya kepada fakir miskin, tetapi juga memiliki nilai ruhaniah yang sangat besar. Sebagaimana firman Allah “daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhoan Allah, tetapi ketakwaan dan kamulah yang dapat mencapainya.

NGOMONG


Keyakinan membutuhkan statement, membutuhkan pernyataan. Karena itu syahadat menjadi rukun Islam yang pertama, yang bukan saja harus kita ketahui, tapi terus kita ucapkan setidaknya 17 kali dalam sehari, sehingga kita betul-betul yakin, betapa perjuangan yang paling berharga adalah perjuangan mendapatkan ridho Allah. Kenapa nilai dari sebuah ucapan jauh lebih besar dari pada sebuah perbuatan seperti shalat atau pengorbanan fisik dan rohani pada zakat, puasa dan haji ?? Karena ucapan itu adalah sublimasi dari keyakinan yang sifatnya abstrak. Karena syahadat adalah bentuk-bentuk raga nyata dari sebuah peristiwa ruhani yang amat dalam. Layaknya manusia, tanpa ruh dia adalah mayat, tanpa jasad ia tak akan mampu merekatkan kening ke bumi. Begitu juga dengan ucapan, perkataan tanpa keyakinan ia adalah kebohongan, keyakinan tanpa ucapan menimbulkan tanda tanya.

Pada prakteknya, hal yang sebelumnya hanya terlintas dalam hati jika di ucapkan akan menimbulkan sebuah efek yang sangat besar. Sikap batin pun akhirnya menjelma menjadi prinsip, norma pribadi, keyakinan dan tindakan. Dan efek itu bukan hanya terjadi pada si pendengar, tapi juga si pembicara.
Jadi masalah lidah memang bukan hanya masalah daging. Ibarat kipas angin, kipas angin baru akan bergerak kalau kabel sudah di hubungkan dengan listrik. Arus listrik itu ibarat pikiran dan perasaan kita, hati dan akal kita. Tanpa hait dan akal, tak aka nada kata terucap. Baik buruknya ucapan seseorang juga menggambarkan bagaimana hati dan akalnya. Perhatikan saja bagaimana cara berbicara orang di sekitar kita. Mereka hidup di lingkungan yang sama dengan kita, mungkin memiliki cara berbicara yang berbeda dengan kita.

Tapi ketika sebuah kipas angin terhubung dengan listrik, tidak berarti dia harus berputar secepat-cepatnya. Kita bisa mengatur kecepatan perputarannya, tergantung keperluan kita, juga kondisi orang lain. Jika memang udara tidak terlalu gerah, cukuplah menekan tombol 1 atau 2. Jika udara berangsur sejuk, kita bahkan bisa menekan tombol 0 dan membiarkannya berhenti berputar. Tapi bila udaranya sudah teramat pengap, mungkin memang sudah saatnya kita ngomong apa adanya. Saat itu jangan pernah ragu untuk menekan tombol 3 atau 4...